Penurunan tanah atau land subsidence yang terjadi di Jakarta sejak 1974, berdampak buruk bagi Jakarta. Terutama bagi kawasan dengan kondisi tanah rendah. Bahkan sampai 2010, 40 persen wilayah Jakarta berada di bawah permukaan laut. Kondisi ini makin diperparah dengan meningkatnya permukaan air laut akibat pemanasan global (global warming).
Hal ini berdasarkan hasil penelitian lembaga bantuan pemerintah Belanda, Jakarta Coastal Defence Strategy (JCDS). Dari hasil studi ini, JCDS menyarankan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mulai mempersiapkan membuat tanggul atau dam raksasa di pantai Utara Jakarta.
Anggota tim peneliti JCDS Heri Andreas mengatakan, penurunan muka tanah bisa diperlambat. “Caranya dengan menghentikan pengambilan air tanah dan mengisi kembali air tanah di Jakarta,” kata Heri.
Namun, pengambilan air tanah tidak mungkin dihentikan sama sekali karena merupakan salah satu sumber air warga. Begitu juga pengisian kembali air tanah di Jakarta, meskipun sudah ada rencana membuat pabrik air di waduk Jatiluhur oleh pemprov, tetap dirasa belum siap dilakukan oleh DKI.
“Dengan mengurangi pengambilan air tanah, muka tanah tetap turun 10 hingga 15 tahun. Kalau pengisian kembali air tanah, dalam waktu lima tahun tetap akan terjadi penurunan permukaan tanah,” ungkap Heri.
Hasil penelitian ini juga menyebutkan, akibat land subsidance dan sea level rise (meningkatnya permukaan air laut), luas lahan yang berada di bawah permukaan air laut akan semakin besar. Sekitar 10-20 tahun ke depan diproyeksi 50 persen wilayah Jakarta berada di bawah permukaan air laut.
Menanggapi hasil penelitian ini, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengatakan, tanggul yang ada saat ini belum memadai. Diprediksi, dalam lima sampai 10 tahun ke depan, DKI harus memiliki sistem penanggulan terbaru. Apalagi sistem yang saat ini digunakan sudah tidak bisa diterapkan. “Sudah sangat mendesak dibangun tanggul raksasa,” ucapnya.
Foke, sapaan Fauzi Bowo, menjelaskan, untuk membangun tanggul, pemprov memakai sistem polder atau penampungan air. Harus dibangun lebih ke depan ke arah laut yang menghubungkan pulau terdekat di Teluk Jakarta. Sistem ini telah diterapkan di Belanda dan New Orleans, Amerika Serikat.
“Meski air laut tinggi, tetapi kawasan di bawah permukaan air laut tetap kering karena ada tanggul raksasa yang akan memompa air ke laut,” jelasnya.
Pemerintah pusat, lanjut Foke, telah meminta Pemprov DKI Jakarta mengkaji Strategi Pertahanan Laut (Sea Defense Strategy) sebagai cara menanggulangi kenaikan muka air laut dan genangan rob.
Pemprov DKI juga telah memantau gejala alam berupa peningkatan muka air laut dan penurunan muka tanah (land subsidence) yang mengakibatkan genangan rob makin parah di sepanjang pantai utara Jakarta.
“Ternyata land subsidence lebih cepat gerakannya dibandingkan air laut. Dua-duanya mengakibatkan seringnya genangan di pantai Utara Jawa, bukan hanya pantai Utara Jakarta,” ujar Foke. [RM]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar