Welcome to my blog \(^______^)/ ........

Sabtu, 19 Februari 2011

Jakarta di Bawah Permukaan Laut

Penurunan tanah atau land subsidence yang terjadi di Ja­karta sejak 1974, ber­dampak bu­­ruk bagi Jakarta. Ter­utama bagi ka­wasan dengan kon­disi tanah ren­dah. Bahkan sam­pai 2010, 40 persen wilayah Ja­kar­ta berada di bawah permu­kaan laut. Kondisi ini makin di­per­parah dengan meningkat­nya per­mukaan air laut akibat pe­mana­san global (global warming).

Hal ini berdasarkan hasil pe­nelitian lembaga bantuan pe­me­rintah Belanda, Jakarta Coas­­tal Defence Strategy (JCDS). Dari hasil studi ini, JCDS menya­rankan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mulai mem­per­siapkan membuat tang­­gul atau dam raksasa di pantai Utara Jakarta.

Anggota tim peneliti JCDS Heri Andreas mengatakan, pe­nurunan muka tanah bisa di­per­lambat. “Caranya dengan meng­­hentikan pengambilan air tanah dan mengisi kembali air tanah di Jakarta,” kata Heri.

Namun, pengambilan air ta­nah tidak mungkin dihentikan sama sekali karena merupakan salah satu sumber air warga. Begitu juga pengisian kembali air tanah di Jakarta, meskipun sudah ada rencana membuat pab­rik air di waduk Jatiluhur oleh pemprov, tetap dirasa be­lum siap dilakukan oleh DKI.

“Dengan mengurangi peng­am­bilan air tanah, muka tanah tetap turun 10 hingga 15 tahun. Kalau pengisian kembali air ta­nah, dalam waktu lima tahun te­tap akan terjadi penurunan per­mukaan tanah,” ungkap Heri.

Hasil penelitian ini juga me­nyebutkan, akibat land subsi­dance dan sea level rise (me­ning­katnya permukaan air laut), luas lahan yang berada di bawah permukaan air laut akan se­ma­kin besar. Sekitar 10-20 tahun ke depan diproyeksi 50 persen wilayah Jakarta berada di ba­wah permukaan air laut.

Menanggapi hasil penelitian ini, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengatakan, tanggul yang ada saat ini belum me­ma­dai. Diprediksi, dalam lima sam­pai 10 tahun ke depan, DKI harus memiliki sistem pe­nang­gulan terbaru. Apalagi sis­tem yang saat ini digunakan su­dah tidak bisa diterapkan. “Su­dah sa­ngat mendesak diba­ngu­n tang­gul raksasa,” ucapnya.

Foke, sapaan Fauzi Bowo, men­je­laskan, untuk memba­ngun tang­gul, pemprov mema­kai sis­tem polder atau penam­pungan air. Harus dibangun le­bih ke de­pan ke arah laut yang meng­hu­bungkan pulau terdekat di Te­luk Jakarta. Sistem ini te­lah di­terapkan di Belanda dan New Orleans, Amerika Serikat.

“Mes­ki air laut tinggi, tetapi ka­wasan di bawah permukaan air laut tetap kering karena ada tang­gul raksasa yang akan me­mompa air ke laut,” jelasnya.

Pemerintah pusat, lanjut Fo­ke, telah meminta Pemprov DKI Jakarta mengkaji Strategi Pertahanan Laut (Sea Defense Strategy) sebagai cara menang­g­ulangi kenaikan muka air laut dan genangan rob.

Pemprov DKI juga telah me­mantau gejala alam berupa pe­ningkatan muka air laut dan pe­nurunan muka tanah (land sub­sidence) yang mengakibat­kan genangan rob makin parah di sepanjang pantai utara Jakarta.

“Ternyata land subsidence lebih cepat gerakannya diban­dingkan air laut. Dua-duanya mengakibatkan seringnya ge­na­ngan di pantai Utara Jawa, bu­kan hanya pantai Utara Ja­karta,” ujar Foke.   [RM]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar